Pengertian Al-Qur'an
Al-Qur’ān (ejaan KBBI: Alquran,
Arab: القرآن) adalah
kitab suci agama Islam.
Umat Islam percaya bahwa Al-Qur'an merupakan
puncak dan penutup wahyu Allah yang diperuntukkan
bagi manusia, dan bagian dari rukun iman, yang
disampaikan kepada Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi wa sallam, melalui perantaraan Malaikat Jibril. Dan sebagai wahyu pertama
yang diterima oleh Rasulullah SAW adalah sebagaimana yang terdapat dalam surat
Al-'Alaq ayat 1-5.
Etimologi
Ditinjau dari segi kebahasaan, Al-Qur’an berasal dari bahasa Arab yang berarti "bacaan" atau "sesuatu yang dibaca berulang-ulang". Kata Al-Qur’an adalah bentuk kata benda (masdar) dari kata kerja qara'a yang artinya membaca. Konsep pemakaian kata ini dapat juga dijumpai pada salah satu surat Al-Qur'an sendiri yakni pada ayat 17 dan 18 Surah Al-Qiyamah yang artinya:
“Sesungguhnya mengumpulkan
Al-Qur’an (di dalam dadamu) dan (menetapkan) bacaannya (pada lidahmu) itu
adalah tanggungan Kami. (Karena itu,) jika Kami telah membacakannya, hendaklah
kamu ikuti {amalkan} bacaannya”.(75:17-75:18)
Terminologi
Dr. Subhi Al Salih mendefinisikan Al-Qur'an sebagai berikut:“Kalam Allah SWT yang merupakan mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan ditulis di mushaf serta diriwayatkan dengan mutawatir, membacanya termasuk ibadah”.
Adapun Muhammad Ali ash-Shabuni mendefinisikan Al-Qur'an sebagai berikut:
"Al-Qur'an adalah firman Allah yang tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW penutup para Nabi dan Rasul, dengan perantaraan Malaikat Jibril a.s. dan ditulis pada mushaf-mushaf yang kemudian disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta membaca dan mempelajarinya merupakan ibadah, yang dimulai dengan surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas"
Dengan definisi tersebut di atas sebagaimana dipercayai Muslim, firman Allah yang diturunkan kepada Nabi selain Nabi Muhammad SAW, tidak dinamakan Al-Qur’an seperti Kitab Taurat yang diturunkan kepada umat Nabi Musa AS atau Kitab Injil yang diturunkan kepada umat Nabi Isa AS. Demikian pula firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang membacanya tidak dianggap sebagai ibadah, seperti Hadits Qudsi, tidak termasuk Al-Qur’an.
Nama-nama
lain Al-Qur'an
Dalam Al-Qur'an sendiri terdapat
beberapa ayat yang menyertakan nama lain yang digunakan untuk merujuk kepada Al-Qur'an
itu sendiri. Berikut adalah nama-nama tersebut dan ayat yang mencantumkannya:
- Al-Kitab QS(2:2),QS (44:2)
- Al-Furqan (pembeda benar salah): QS(25:1)
- Adz-Dzikr (pemberi peringatan): QS(15:9)
- Al-Mau'idhah (pelajaran/nasihat): QS(10:57)
- Al-Hukm (peraturan/hukum): QS(13:37)
- Al-Hikmah (kebijaksanaan): QS(17:39)
- Asy-Syifa' (obat/penyembuh): QS(10:57), QS(17:82)
- Al-Huda (petunjuk): QS(72:13), QS(9:33)
- At-Tanzil (yang diturunkan): QS(26:192)
- Ar-Rahmat (karunia): QS(27:77)
- Ar-Ruh (ruh): QS(42:52)
- Al-Bayan (penerang): QS(3:138)
- Al-Kalam (ucapan/firman): QS(9:6)
- Al-Busyra (kabar gembira): QS(16:102)
- An-Nur (cahaya): QS(4:174)
- Al-Basha'ir (pedoman): QS(45:20)
- Al-Balagh (penyampaian/kabar) QS(14:52)
- Al-Qaul (perkataan/ucapan) QS(28:51)
Struktur
dan pembagian Al-Qur'an
Surat, ayat dan ruku' Al-Qur'an
terdiri atas 114 bagian yang dikenal dengan nama surah (surat). Setiap
surat akan terdiri atas beberapa ayat, di mana surat terpanjang dengan 286 ayat
adalah surat Al Baqarah dan yang terpendek hanya memiliki
3 ayat yakni surat Al Kautsar, An-Nasr dan Al-‘Așr. Surat-surat yang panjang terbagi lagi atas sub bagian
lagi yang disebut ruku' yang membahas tema atau topik tertentu.
Makkiyah
dan Madaniyah
Sedangkan menurut tempat
diturunkannya, setiap surat dapat dibagi atas surat-surat Makkiyah (surat
Mekkah) dan Madaniyah
(surat Madinah).
Pembagian ini berdasarkan tempat dan waktu penurunan surat dan ayat tertentu di
mana surat-surat yang turun sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah
digolongkan surat Makkiyah sedangkan setelahnya tergolong surat Madaniyah.
Surat yang turun di Makkah pada
umumnya suratnya pendek-pendek, menyangkut prinsip-prinsip keimanan dan akhlaq,
panggilannya ditujukan kepada manusia. Sedangkan yang turun di Madinah pada
umumnya suratnya panjang-panjang, menyangkut peraturan-peraturan yang mengatur
hubungan seseorang dengan Tuhan atau seseorang dengan lainnya (syari'ah).
Pembagian berdasar fase sebelum dan sesudah hijrah ini lebih tepat, sebab ada
surat Madaniyah yang turun di Mekkah.[rujukan?]
Juz
dan manzil
Dalam skema pembagian lain,
Al-Qur'an juga terbagi menjadi 30 bagian dengan panjang sama yang dikenal
dengan nama juz. Pembagian ini untuk memudahkan mereka yang ingin
menuntaskan bacaan Al-Qur'an dalam 30 hari (satu bulan). Pembagian lain yakni
manzil memecah Al-Qur'an menjadi 7 bagian dengan tujuan penyelesaian bacaan
dalam 7 hari (satu minggu). Kedua jenis pembagian ini tidak memiliki hubungan
dengan pembagian subyek bahasan tertentu.
Menurut
ukuran surat
Kemudian dari segi
panjang-pendeknya, surat-surat yang ada di dalam Al-Qur’an terbagi menjadi
empat bagian, yaitu:
- As Sab’uththiwaal (tujuh surat yang panjang). Yaitu Surat Al-Baqarah, Ali Imran, An-Nisaa’, Al-A’raaf, Al-An’aam, Al Maa-idah dan Yunus
- Al Miuun (seratus ayat lebih), seperti Hud, Yusuf, Mu'min dan sebagainya
- Al Matsaani (kurang sedikit dari seratus ayat), seperti Al-Anfaal, Al-Hijr dan sebagainya
- Al Mufashshal (surat-surat pendek), seperti Adh-Dhuha, Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas dan sebagainya
Sejarah
Al-Qur'an hingga berbentuk mushaf
Manuskrip dari Al-Andalus abad ke-12
Al-Qur'an memberikan dorongan yang
besar untuk mempelajari sejarah dengan secara adil, objektif dan tidak memihak[2].
Dengan demikian tradisi sains Islam sepenuhnya mengambil inspirasi dari Al-Qur'an, sehingga
umat Muslim
mampu membuat sistematika penulisan sejarah yang lebih
mendekati landasan penanggalan astronomis.
Penurunan
Al-Qur'an
Artikel utama untuk bagian ini
adalah: Periode penurunan
Al-Qur'an
Al-Qur'an tidak turun sekaligus.
Al-Qur'an turun secara berangsur-angsur selama 22 tahun 2 bulan 22 hari. Oleh
para ulama membagi masa turun ini dibagi menjadi 2 periode, yaitu periode Mekkah dan periode Madinah. Periode
Mekkah berlangsung selama 12 tahun masa kenabian Rasulullah SAW
dan surat-surat yang turun pada waktu ini tergolong surat Makkiyyah.
Sedangkan periode Madinah yang dimulai sejak peristiwa hijrah berlangsung
selama 10 tahun dan surat yang turun pada kurun waktu ini disebut surat Madaniyah.
Penulisan
Al-Qur'an dan perkembangannya
Penulisan (pencatatan dalam bentuk
teks) Al-Qur'an sudah dimulai sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Kemudian
transformasinya menjadi teks yang dijumpai saat ini selesai dilakukan pada
zaman khalifah
Utsman
bin Affan.
Pengumpulan
Al-Qur'an pada masa Rasullulah SAW
Pada masa ketika Nabi Muhammad SAW
masih hidup, terdapat beberapa orang yang ditunjuk untuk menuliskan Al Qur'an
yakni Zaid bin Tsabit, Ali
bin Abi Talib, Muawiyah bin Abu Sufyan dan Ubay
bin Kaab. Sahabat yang lain juga kerap menuliskan wahyu tersebut walau
tidak diperintahkan. Media penulisan yang digunakan saat itu berupa pelepah
kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana, potongan
tulang belulang binatang. Di samping itu banyak juga sahabat-sahabat langsung
menghafalkan ayat-ayat Al-Qur'an setelah wahyu diturunkan.
Pengumpulan
Al-Qur'an pada masa Khulafaur Rasyidin
Pada
masa pemerintahan Abu Bakar
Pada masa kekhalifahan Abu Bakar,
terjadi beberapa pertempuran (dalam perang yang dikenal dengan nama perang Ridda) yang
mengakibatkan tewasnya beberapa penghafal Al-Qur'an dalam jumlah yang
signifikan. Umar bin Khattab yang saat itu merasa sangat
khawatir akan keadaan tersebut lantas meminta kepada Abu Bakar untuk
mengumpulkan seluruh tulisan Al-Qur'an yang saat itu tersebar di antara para sahabat.
Abu Bakar lantas memerintahkan Zaid
bin Tsabit sebagai koordinator pelaksaan tugas tersebut. Setelah pekerjaan
tersebut selesai dan Al-Qur'an tersusun secara rapi dalam satu mushaf, hasilnya diserahkan kepada
Abu Bakar. Abu Bakar menyimpan mushaf tersebut hingga wafatnya kemudian mushaf
tersebut berpindah kepada Umar sebagai khalifah penerusnya, selanjutnya mushaf
dipegang oleh anaknya yakni Hafsah yang juga istri Nabi Muhammad SAW.
Pada
masa pemerintahan Utsman bin Affan
Pada masa pemerintahan khalifah ke-3
yakni Utsman bin Affan, terdapat keragaman dalam cara
pembacaan Al-Qur'an (qira'at) yang disebabkan oleh adanya perbedaan dialek (lahjah)
antar suku yang berasal dari daerah berbeda-beda. Hal ini menimbulkan
kekhawatiran Utsman sehingga ia mengambil kebijakan untuk membuat sebuah mushaf
standar (menyalin mushaf yang dipegang Hafsah) yang ditulis dengan sebuah jenis
penulisan yang baku. Standar tersebut, yang kemudian dikenal dengan istilah
cara penulisan (rasam) Utsmani yang digunakan hingga saat ini. Bersamaan dengan
standardisasi ini, seluruh mushaf yang berbeda dengan standar yang dihasilkan
diperintahkan untuk dimusnahkan (dibakar). Dengan proses ini Utsman berhasil
mencegah bahaya laten terjadinya perselisihan di antara umat Islam pada masa
depan dalam penulisan dan pembacaan Al-Qur'an.
Mengutip hadist riwayat Ibnu Abi Dawud
dalam Al-Mashahif, dengan sanad yang shahih:
“
|
Suwaid bin Ghaflah berkata,
"Ali mengatakan: Katakanlah segala yang baik tentang Utsman. Demi Allah,
apa yang telah dilakukannya mengenai mushaf-mushaf Al Qur'an sudah atas
persetujuan kami. Utsman berkata, 'Bagaimana pendapatmu tentang isu qira'at
ini? Saya mendapat berita bahwa sebagian mereka mengatakan bahwa qira'atnya lebih
baik dari qira'at orang lain. Ini hampir menjadi suatu kekufuran'. Kami
berkata, 'Bagaimana pendapatmu?' Ia menjawab, 'Aku berpendapat agar umat
bersatu pada satu mushaf, sehingga tidak terjadi lagi perpecahan dan
perselisihan.' Kami berkata, 'Pendapatmu sangat baik'."
|
”
|
Menurut Syaikh Manna' Al-Qaththan
dalam Mahabits fi 'Ulum Al Qur'an, keterangan ini menunjukkan bahwa apa
yang dilakukan Utsman telah disepakati oleh para sahabat. Demikianlah
selanjutnya Utsman mengirim utusan kepada Hafsah untuk meminjam mushaf Abu
Bakar yang ada padanya. Lalu Utsman memanggil Zaid bin Tsabit Al-Anshari dan
tiga orang Quraish, yaitu Abdullah bin Az-Zubair, Said bin Al-Ash dan
Abdurrahman bin Al-Harits bin Hisyam. Ia memerintahkan mereka agar menyalin dan
memperbanyak mushaf, dan jika ada perbedaan antara Zaid dengan ketiga orang
Quraish tersebut, hendaklah ditulis dalam bahasa Quraish karena Al Qur'an turun
dalam dialek bahasa mereka. Setelah mengembalikan lembaran-lembaran asli kepada
Hafsah, ia mengirimkan tujuh buah mushaf, yaitu ke Mekkah, Syam, Yaman,
Bahrain, Bashrah, Kufah, dan sebuah ditahan di Madinah (mushaf al-Imam).
Upaya
penerjemahan dan penafsiran Al Qur'an
Upaya-upaya untuk mengetahui isi dan
maksud Al Qur'an telah menghasilkan proses penerjemahan (literal) dan
penafsiran (lebih dalam, mengupas makna) dalam berbagai bahasa. Namun demikian
hasil usaha tersebut dianggap sebatas usaha manusia dan bukan usaha untuk
menduplikasi atau menggantikan teks yang asli dalam bahasa Arab. Kedudukan
terjemahan dan tafsir yang dihasilkan tidak sama dengan Al-Qur'an itu sendiri.
Terjemahan
Terjemahan Al-Qur'an adalah hasil
usaha penerjemahan secara literal teks Al-Qur'an yang tidak dibarengi dengan
usaha interpretasi lebih jauh. Terjemahan secara literal tidak boleh dianggap
sebagai arti sesungguhnya dari Al-Qur'an. Sebab Al-Qur'an menggunakan suatu
lafazh dengan berbagai gaya dan untuk suatu maksud yang bervariasi;
kadang-kadang untuk arti hakiki, kadang-kadang pula untuk arti majazi
(kiasan) atau arti dan maksud lainnya.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia di
antaranya dilaksanakan oleh:
- Al-Qur'an dan Terjemahannya, oleh Departemen Agama Republik Indonesia, ada dua edisi revisi, yaitu tahun 1989 dan 2002
- Terjemah Al-Qur'an, oleh Prof. Mahmud Yunus
- An-Nur, oleh Prof. Dr. T.M. Hasbi Ash-Siddieqy
- Al-Furqan, oleh A. Hassan guru Persatuan Islam
Terjemahan dalam bahasa Inggris
antara lain:
- The Holy Qur'an: Text, Translation and Commentary, oleh Abdullah Yusuf Ali
- The Meaning of the Holy Qur'an, oleh Marmaduke Pickthall
Terjemahan dalam bahasa daerah
Indonesia di antaranya dilaksanakan oleh:
- Qur'an Kejawen (bahasa Jawa), oleh Kemajuan Islam Jogyakarta
- Qur'an Suadawiah (bahasa Sunda)
- Qur'an bahasa Sunda oleh K.H. Qomaruddien
- Al-Ibriz (bahasa Jawa), oleh K. Bisyri Mustafa Rembang
- Al-Qur'an Suci Basa Jawi (bahasa Jawa), oleh Prof. K.H.R. Muhamad Adnan
- Al-Amin (bahasa Sunda)
- Terjemahan Al-Qur'an dalam bahasa Bugis (huruf lontara), oleh KH Abdul Muin Yusuf (Pimpinan Pondok Pesantren Al-Urwatul Wutsqaa Benteng Sidrap Sulsel)
Tafsir
Artikel utama untuk bagian ini
adalah: Tafsir al qur'an
Upaya penafsiran Al-Qur'an telah
berkembang sejak semasa hidupnya Nabi Muhammad, saat itu para sahabat tinggal
menanyakan kepada sang Nabi jika memerlukan penjelasan atas ayat tertentu.
Kemudian setelah wafatnya Nabi Muhammad hingga saat ini usaha menggali lebih
dalam ayat-ayat Al-Qur'an terus berlanjut. Pendekatan (metodologi) yang
digunakan juga beragam, mulai dari metode analitik, tematik, hingga
perbandingan antar ayat. Corak yang dihasilkan juga beragam, terdapat tafsir
dengan corak sastra-bahasa, sastra-budaya, filsafat dan teologis bahkan corak
ilmiah.
Adab
terhadap Al-Qur'an
Ada dua pendapat mengenai hukum
menyentuh Al-Qur'an terhadap seseorang yang sedang junub, perempuan haid dan
nifas. Pendapat pertama mengatakan bahwa jika seseorang sedang mengalami
kondisi tersebut tidak boleh menyentuh Al-Qur'an sebelum bersuci. Sedangkan
pendapat kedua mengatakan boleh dan sah saja untuk menyentuh Al-Qur'an, karena
tidak ada dalil yang menguatkannya.[3]
Pendapat
pertama
Sebelum menyentuh sebuah mushaf
Al-Qur'an, seorang Muslim dianjurkan untuk menyucikan dirinya terlebih dahulu
dengan berwudhu.
Hal ini berdasarkan tradisi dan interpretasi secara literal dari surat Al Waaqi'ah ayat 77 hingga 79.
Terjemahannya
antara lain:56-77. Sesungguhnya Al-Qur'an ini adalah bacaan yang sangat
mulia, 56-78. pada kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh), 56-79. tidak
menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan. (56:77-56:79)
Penghormatan terhadap teks tertulis
Al-Qur'an adalah salah satu unsur penting kepercayaan bagi sebagian besar
Muslim. Mereka memercayai bahwa penghinaan secara sengaja terhadap Al Qur'an
adalah sebuah bentuk penghinaan serius terhadap sesuatu yang suci. Berdasarkan hukum pada beberapa
negara berpenduduk mayoritas Muslim, hukuman untuk hal ini dapat berupa penjara
kurungan dalam waktu yang lama dan bahkan ada yang menerapkan hukuman
mati.
Pendapat
kedua
Pendapat kedua mengatakan bahwa yang
dimaksud oleh surat Al Waaqi'ah di atas ialah: "Tidak ada yang dapat
menyentuh Al-Qur’an yang ada di Lauhul
Mahfudz sebagaimana ditegaskan oleh ayat yang sebelumnya (ayat 78) kecuali
para Malaikat yang telah disucikan oleh Allah." Pendapat ini adalah tafsir
dari Ibnu
Abbas dan lain-lain sebagaimana telah diterangkan oleh Al-Hafidzh Ibnu Katsir
di tafsirnya. Bukanlah yang dimaksud bahwa tidak boleh menyentuh atau memegang
Al-Qur’an kecuali orang yang bersih dari hadats besar dan hadats kecil.
Pendapat kedua ini menyatakan bahwa
jikalau memang benar demikian maksudnya tentang firman Allah di atas, maka
artinya akan menjadi: Tidak ada yang menyentuh Al-Qur’an kecuali mereka yang
suci/bersih, yakni dengan bentuk faa’il (subyek/pelaku) bukan maf’ul (obyek).
Kenyataannya Allah berfirman : Tidak ada yang menyentuhnya (Al-Qur’an) kecuali
mereka yang telah disucikan, yakni dengan bentuk maf’ul (obyek) bukan sebagai
faa’il (subyek).
“Tidak ada yang menyentuh Al-Qur’an
kecuali orang yang suci” [4]Yang
dimaksud oleh hadits di atas ialah : Tidak ada yang menyentuh Al-Qur’an
kecuali orang mu’min, karena orang mu’min itu suci tidak najis sebagaimana
sabda Muhammad. “Sesungguhnya orang mu’min itu tidak najis”[5]
Hubungan
dengan kitab-kitab lain
Artikel utama untuk bagian ini
adalah: Hubungan Al-Qur'an dengan kitab
lain
Berkaitan dengan adanya kitab-kitab
yang dipercayai diturunkan kepada nabi-nabi sebelum Muhammad SAW dalam agama
Islam (Taurat, Zabur, Injil, lembaran
Ibrahim), Al-Qur'an dalam beberapa ayatnya menegaskan posisinya terhadap
kitab-kitab tersebut. Berikut adalah pernyataan Al-Qur'an yang tentunya menjadi
doktrin bagi ummat Islam mengenai hubungan Al-Qur'an dengan kitab-kitab
tersebut:
- Bahwa Al-Qur'an menuntut kepercayaan ummat Islam terhadap eksistensi kitab-kitab tersebut. QS(2:4)
- Bahwa Al-Qur'an diposisikan sebagai pembenar dan batu ujian (verifikator) bagi kitab-kitab sebelumnya. QS(5:48)
- Bahwa Al-Qur'an menjadi referensi untuk menghilangkan perselisihan pendapat antara ummat-ummat rasul yang berbeda. QS(16:63-64)
- Bahwa Al-Qur'an meluruskan sejarah. Dalam Al-Qur'an terdapat cerita-cerita mengenai kaum dari rasul-rasul terdahulu, juga mengenai beberapa bagian mengenai kehidupan para rasul tersebut. Cerita tersebut pada beberapa aspek penting berbeda dengan versi yang terdapat pada teks-teks lain yang dimiliki baik oleh Yahudi dan Kristen.
Referensi
1.
Al-A'zami,
M.M., (2005), Sejarah Teks Al-Qur'an dari Wahyu sampai Kompilasi,
(terj.), Jakarta: Gema Insani Press, ISBN
979-561-937-3.
2.
Rahman,
A., (2007), Ensiklopediana Ilmu dalam Al-Quran: Rujukan Terlengkap
Isyarat-Isyarat Ilmiah dalam Al-Quran, (terj.), Bandung: Penerbit Mizania, ISBN
979-8394-43-7
3.
www.almanhaj.or.id
Hukum Menyentuh Atau
Memegang Al-Qur'an Bagi Orang Junub, Wanita Haid Dan Nifas (diakses pada 8
Juli 2010)
4.
Shahih
riwayat Daruquthni dari jalan Amr bin Hazm. Dan dari jalan Hakim bin Hizaam
diriwayatkan oleh Daruquthni, Hakim, Thabrani di kitabnya Mu’jam Kabir dan
Mu’jam Ausath dan lain-lain. Dan dari jalan Ibnu Umar diriwayatkan oleh
Daruquthni dan lain-lain. Dan dari jalan Utsman bin Abil Aash diriwayatkan oleh
Thabrani di Mu’jam Kabir dan lain-lain. Irwaa-ul Ghalil no. 122 oleh Syaikhul
Imam Al-Albani. Beliau telah mentakhrij hadits di atas dan menyatakannya
shahih.
5.
Shahih
riwayat Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah, Ahmad dan
lain-lain dari jalan Abu Hurairah, ia berkata : “Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah menjumpaiku di salah satu jalan dari jalan-jalan yang
ada di Madinah, sedangkan aku dalam keadaan junub, lalu aku menyingkir pergi
dan segera aku mandi kemudian aku datang (menemui beliau), lalu beliau
bersabda, “Kemana engkau tadi wahai Abu Hurairah?” Jawabku, “Aku tadi dalam
keadaan junub, maka aku tidak suka duduk bersamamu dalam keadaan tidak bersih
(suci)”. Maka beliau bersabda, “Subhanallah! Sesungguhnya orang mu’min itu
tidak najis” (Dalam riwayat yang lain beliau bersabda, “Sesungguhnya orang
muslim itu tidak najis”).
Sumber : id.wikipedia.org/wiki/Al-Qur'an#Etimologi
PokerStars Casino and Resort Review: $300 Welcome Bonus
BalasHapusThe first thing esport you'll notice is that the room and casino is not as spacious as the one you'd 승인 전화 없는 가입 머니 expect from a 해외배당 standard Las 부산건마 Vegas casino. 스포츠 토토 사이트 A bit of